Minggu, 11 Juli 2010

Tolong telaah lebih jauh apa arti sebuah kata KENCAN!


Saya mem-posting tulisan ini karena merasa risih dengan perkataan kebanyakan orang yang kerap bilang kata "kencan" saat disengaja ataupun kebetulan berpapasan dengan kami (saya dan partner saya).

Seperti kebanyakan perempuan seumuran saya, saat ini saya dianugerahi seorang partner yang sangat luar biasa hebat (perlu diklarifikasi, kalimat terakhir ditulis tanpa ada tekanan sepeserpun dari pihak manapun :p). Sejenak menceritakan awal perjumpaan bahwa kami dulunya memasuki jenjang sekolah menengah atas pada sekolah yang sama. Dua tahun bersama hingga akhirnya berpisah saat memasuki jenjang perguruan tinggi (padahal masih satu lingkungan ;p). Kami berdua sama-sama mempunyai jaket almamater berwarna senada. Kuning ngejreng. Hanya saja emblem yang mejeng di sisi kiri jaket almamater kami berbeda. Ditingkat inilah sebuah keputusan untuk bersama dicetuskan. Karena seperti yang tadi saya bilang, lingkungan kampus kami saling bersebelahan sehingga gak ada alasan bagi kami untuk bersusah payah empot-empotan untuk sekedar ketemu.

Saya terbiasa pulang-pergi sama dia. Ya, hitunglah gak full seminggu bareng. Paling banyak 4-5 hari bertemu. Frekuensi yang kata orang "terlalu sering" ini yang konon menimbulkan persepsi aneh di otak orang-orang. Perlu diakui disini bahwa saya memang lebih bayak menghabiskan waktu lebih banyak dengan dia ketimbang dengan teman sejawat. Bukan karena tidak nyaman dengan mereka. Bukan karena label saya yang sudah punya pacar sehingga kerap selalu mementingkan pacar daripada teman. Dan bukan juga karena larangan dari pihak sang partner untuk berlama-lama menghabiskan waktu dengan mereka. Sungguh bukan karena hal-hal bodoh semacam itu.

Jarangnya saya nyemplung di perkumpulan teman-teman mungkin tak sedikit yang bertanya-tanya. Ibarat planet pluto, ada yang bilang saya telah hilang dari peredaran. Ada yang bilang saya terlalu sibuk pacaran. Ada yang bilang bahwa saya tidak seperti yang dulu, ya katakanlah sudah berubah. Intinya terselip kata-kata "kencan" dalam rentetan kalimat yang mereka ucapkan. Saya memang hanya bisa tersenyum-senyum yang jujur agak dibuat-buat karena memang dalam lubuk hati saya yang sangat dalam saya agak kurang bisa menerima kata "kencan" yang melengkapi percakapan mereka. Meskipun satu atau dua dari mereka saya yakin mengucapkannya sebagai candaan atau selingan, namun hati saya tetap tidak berkenan.

Saya dan partner saya memang masih sama-sama berjiwa muda. Wajar bila akhirnya kami dulunya memutuskan untuk menjalin suatu hubungan yang sekarang dinamakan pacaran. Kalau kata mama saya, pacaran jaman sekarang identik dengan yang namanya "kepuasan". Bukan sebatas omong kosong, ucapan mama saya jelas-jelas mempunyai latar belakang. Maraknya tingkat "perbuatan tidak senonoh" dikalangan pasangan anak muda yang menjadi sebab musabab ucapannya tadi. Bisa jaga diri dan tetap menjaga etika akhirnya bisa membuat mama saya bernapas lega karena telah mengijinkan anaknya menjalain hubungan dengan orang yang mempunyai akreditasi "A".

Perlu diketahui, saya akhirnya memutuskan dia menjadi kekasih saya selain karena kami cocok secara emosional, kami juga cocok secara intelektualitas. "Kapasitas dan kualitas otak yang berlebih" menjadi satu dari sekian syarat yang harus dimiliki sampai akhirnya kami bisa bersama. Jangan mengira saya sombong menulis kalimat demikian. Saya hanya tidak ingin mempunyai kekasih bodoh. Gak enak juga kalau tiba-tiba lagi diskusi panjang lebar, sang partner malah planga-plongo karena otaknya yang tidak mendukung.

Atas bekal intelektualitas dan kepribadian yang berkualitas inilah yang membuat saya akhirnya berani menulis rangkaian kalimat sepanjang ini. Sebagai pasangan yang sedang berjuang mencapai cita dan cinta wajar jika saya merasa sangat amat keberatan jika banyak yang berpikir kami menghabiskan banyak waktu dengan hal-hal gak guna atau sekedar "kencan". Masih selangit hal-hal yang menunggu untuk segera kami selesaikan, yang pastinya jauh lebih urgent dari kata "kencan".

Disini saya tidak akan men-judge siapapun karena telah berucap yang tidak mengenakkan terhadap saya. Sebagai seseorang yang mempunyai kewenangan untuk berucap apapun saya tetap menghargai apa yang telah mereka bilang. Namun, sebagai seorang manusia, saya juga punya hak prerogrative untuk merespon apa yang telah mereka sampaikan. Karena ini menyangkut saya. Kami.

Maaf jika postingan ini justru membuat satu atau beberapa pihak menjadi tidak enak.
Saya. Dia. Kami. Pasangan yang tidak didominasi oleh sesuatu yang sama sekali gak ada guna.

0 komentar:

Posting Komentar