Senin, 19 Juli 2010

Our Great Holiday!!!

Untuk pertama kalinya mungkin saya agak sedikit berlebai mengenai isi dari postingan kali ini.

Telah dua tahun menjajaki dunia perkuliahan yang setiap minggunya rutin bergelut dengan segala sesuatu yang berbalut angka. Pajak pajak dan pajak. Akuntansi akuntansi dan akuntansi. Ya! Saya telah melewatinya hingga di ujung semester 4 ini yang mana menandakan bahwa libur semester genap terlihat seperti seonggok daging bagi anjing yang kelaparan. Libur semester genap selalu dinanti walaupun saya tidak pernah tahu apa saja yang akan saya lakukan selama kurang lebih 3 bulan ke depan.

Berbekal nilai semester yang melonjak dahsyat saya memulai hari demi hari liburan kali ini.
Teringat janji dari my couple fighter yang akan membawa saya berlibur ke luar kota dari kota yang sangat penat ini. Tidak mau menagih, tetapi terus gencar memberi sinyal. :)
Menghabiskan waktu seharian bersama memang bukan sesuatu yang baru bagi kami. Seperti yang sebelumnya saya tulis pada postingan terdahulu, bahwa kami memang telah terbiasa bersama dari hari ke hari. Tetapi berbeda rasanya manakala sehari bersama dihabiskan tanpa bayang-bayang tugas kuliah ataupun materi-materi kuliah yang siap untuk dijamah sepulangnya kami bersama. It's time to us!

Diawali dengan menyusuri kota hujan dengan menaiki transportasi (yang memang benar-benar memungkinkan akan saya hindari untuk dinaiki) kereta api. Niatnya ke kota ini ingin menyantap salah satu makanan yang memang sudah tersohor. Niat itu sedikit tergeser karena pertama kali kami hanya berjalan-jalan seperti tanpa arah tujuan. Setelah perut merasa lapar, mampir ke Kafece (sebutan akrabnya untuk sebuah franchise hidangan berbahan ayam siap saji). Hujan. Keyakinan batalnya mampir ke tempat tujuan semakin besar. Agak lama di Kafece. Satu yang saya tahu saat makan makanan cepat saji ini, dia agak kurang suka menyantap hidangan fast food seperti ini. Makannya gak habis. Saya yang memang luar biasa gak tahu malu dan memang benar-benar laparpun siap melahap makanannya :P
Hujan masih turun sampai magrib menjelang. Keputusan untuk tetap jalan pun dicetuskan. Ternyata dia membawa saya ke tempat tujuan semula. Sesampainya di tempat tujuan, kami berdua kayak anak kesasar. Merasa kaku dengan keadaan sekitar. Merasa asing dengan tempat yang didominasi oleh cahaya lilin tersebut. Naik ke lantai dua. Tetap perasaan asing menghantui. Ya, dengan manisnya kami menuruni anak tangga seketika itu juga dan malah bergegas pulang. Hmmm, tidak langsung pulang ternyata. Menyusuri jalan (yang entah namanya apa), tetap masih dalam keadaan basah (baca: hujan). Sudah merasa tidak ada yang perlu dilihat, kali ini kami benar-benar pulang dengan sebelumnya mampir sebentar ke salah satu pedagang untuk membeli pesanan mama saya.

Selanjutnya, masih dengan berkereta ria, perjalanan kedua memang berawal dari rencana yang telah gagal sebelumnya.
Jadi begini, suatu hari kekasih saya menjanjikan mengajak saya ke daerah Kemayoran untuk mengunjungi acara tahunan di daerah ibukota. Pekan Raya Jakarta. Tetapi karena pada hari itu kami pulang dari Stasiun Senen agak malam (tujuan membeli tiket berlibur pada hari itu juga gak jadi, hanya survei) maka batal pulalah rencana itu. Beberapa hari selanjutnya, setelah dari Stasiun Senen pula (kali ini masih siang. baguslah!) dia benar-benar mengajak saya ke PRJ. Agak lelah mungkin perjalanan kali ini mengingat dari stasiun kami harus jalan menuju terminal untuk menjangkau bus yang punya rute ke arah PRJ. Panas. Gerah. Tanpa malu, menjajaki sepanjang jalan dia membuka payung dan dengan gagahnya memayungi saya. Terima kasih, Pacar! Sampai di area Prj. Saya tidak tahu betul apa alasannya, tetapi yang jelas selama saya menjadi kekasihnya, kami seringkali dihadapkan pada hal-hal diluar rencana. Membuat kami sedikit terbiasa melakukan hal-hal yang sifatnya spontanitas. Kali ini juga, setelah mengelilingi keramaian sejenak, kami memutuskan untuk tidak membeli barang-barang yang nantinya bisa mebuat uang kami keluar banyak. Bukan pelit. Tetapi kami tahu, liburan besar kami nanti jauh lebih membutuhkan dana. Prioritas. Untuk itu, nafsu saya untuk berburu sesuatu pun mau tidak mau harus ditelan mentah-mentah. Tetapi Tuhan baik sekali dengan saya. Sebagai informasi saja, kekasih saya nampaknya jauh lebih kalap ketimbang saya saat barang-barang branded di banderol dengan harga yang jauh lebih murah karena adanya diskon yang selangit. Niat untuk memakai tema "Hemat" pun terpatahkan. Pilih ini itu, nyoba sana sini. Bolak balik pilih yang pas. Telapak kaki sudah senut-senut baru sedikit sadar bahwa ini memang sudah melampaui batas. Dana untuk bekal liburan besar kami "sedikit" terpakai. Terpakai untuk, ya menurut kami, hal yang berguna. :).

*Kota Seni. Bermalam di dekat tempat lokalisasi. Dari pagi siang sore malam hingga pagi lagi. 5 hari 4 malam. Bersamamu. Next Story


Minggu, 11 Juli 2010

Tolong telaah lebih jauh apa arti sebuah kata KENCAN!


Saya mem-posting tulisan ini karena merasa risih dengan perkataan kebanyakan orang yang kerap bilang kata "kencan" saat disengaja ataupun kebetulan berpapasan dengan kami (saya dan partner saya).

Seperti kebanyakan perempuan seumuran saya, saat ini saya dianugerahi seorang partner yang sangat luar biasa hebat (perlu diklarifikasi, kalimat terakhir ditulis tanpa ada tekanan sepeserpun dari pihak manapun :p). Sejenak menceritakan awal perjumpaan bahwa kami dulunya memasuki jenjang sekolah menengah atas pada sekolah yang sama. Dua tahun bersama hingga akhirnya berpisah saat memasuki jenjang perguruan tinggi (padahal masih satu lingkungan ;p). Kami berdua sama-sama mempunyai jaket almamater berwarna senada. Kuning ngejreng. Hanya saja emblem yang mejeng di sisi kiri jaket almamater kami berbeda. Ditingkat inilah sebuah keputusan untuk bersama dicetuskan. Karena seperti yang tadi saya bilang, lingkungan kampus kami saling bersebelahan sehingga gak ada alasan bagi kami untuk bersusah payah empot-empotan untuk sekedar ketemu.

Saya terbiasa pulang-pergi sama dia. Ya, hitunglah gak full seminggu bareng. Paling banyak 4-5 hari bertemu. Frekuensi yang kata orang "terlalu sering" ini yang konon menimbulkan persepsi aneh di otak orang-orang. Perlu diakui disini bahwa saya memang lebih bayak menghabiskan waktu lebih banyak dengan dia ketimbang dengan teman sejawat. Bukan karena tidak nyaman dengan mereka. Bukan karena label saya yang sudah punya pacar sehingga kerap selalu mementingkan pacar daripada teman. Dan bukan juga karena larangan dari pihak sang partner untuk berlama-lama menghabiskan waktu dengan mereka. Sungguh bukan karena hal-hal bodoh semacam itu.

Jarangnya saya nyemplung di perkumpulan teman-teman mungkin tak sedikit yang bertanya-tanya. Ibarat planet pluto, ada yang bilang saya telah hilang dari peredaran. Ada yang bilang saya terlalu sibuk pacaran. Ada yang bilang bahwa saya tidak seperti yang dulu, ya katakanlah sudah berubah. Intinya terselip kata-kata "kencan" dalam rentetan kalimat yang mereka ucapkan. Saya memang hanya bisa tersenyum-senyum yang jujur agak dibuat-buat karena memang dalam lubuk hati saya yang sangat dalam saya agak kurang bisa menerima kata "kencan" yang melengkapi percakapan mereka. Meskipun satu atau dua dari mereka saya yakin mengucapkannya sebagai candaan atau selingan, namun hati saya tetap tidak berkenan.

Saya dan partner saya memang masih sama-sama berjiwa muda. Wajar bila akhirnya kami dulunya memutuskan untuk menjalin suatu hubungan yang sekarang dinamakan pacaran. Kalau kata mama saya, pacaran jaman sekarang identik dengan yang namanya "kepuasan". Bukan sebatas omong kosong, ucapan mama saya jelas-jelas mempunyai latar belakang. Maraknya tingkat "perbuatan tidak senonoh" dikalangan pasangan anak muda yang menjadi sebab musabab ucapannya tadi. Bisa jaga diri dan tetap menjaga etika akhirnya bisa membuat mama saya bernapas lega karena telah mengijinkan anaknya menjalain hubungan dengan orang yang mempunyai akreditasi "A".

Perlu diketahui, saya akhirnya memutuskan dia menjadi kekasih saya selain karena kami cocok secara emosional, kami juga cocok secara intelektualitas. "Kapasitas dan kualitas otak yang berlebih" menjadi satu dari sekian syarat yang harus dimiliki sampai akhirnya kami bisa bersama. Jangan mengira saya sombong menulis kalimat demikian. Saya hanya tidak ingin mempunyai kekasih bodoh. Gak enak juga kalau tiba-tiba lagi diskusi panjang lebar, sang partner malah planga-plongo karena otaknya yang tidak mendukung.

Atas bekal intelektualitas dan kepribadian yang berkualitas inilah yang membuat saya akhirnya berani menulis rangkaian kalimat sepanjang ini. Sebagai pasangan yang sedang berjuang mencapai cita dan cinta wajar jika saya merasa sangat amat keberatan jika banyak yang berpikir kami menghabiskan banyak waktu dengan hal-hal gak guna atau sekedar "kencan". Masih selangit hal-hal yang menunggu untuk segera kami selesaikan, yang pastinya jauh lebih urgent dari kata "kencan".

Disini saya tidak akan men-judge siapapun karena telah berucap yang tidak mengenakkan terhadap saya. Sebagai seseorang yang mempunyai kewenangan untuk berucap apapun saya tetap menghargai apa yang telah mereka bilang. Namun, sebagai seorang manusia, saya juga punya hak prerogrative untuk merespon apa yang telah mereka sampaikan. Karena ini menyangkut saya. Kami.

Maaf jika postingan ini justru membuat satu atau beberapa pihak menjadi tidak enak.
Saya. Dia. Kami. Pasangan yang tidak didominasi oleh sesuatu yang sama sekali gak ada guna.