Rabu, 23 Juni 2010

Kejujuran dari Cianjur, bukan tentang bubur atau nasib mujur!

Menghabiskan waktu selama delapan hari di Desa Sirnagalih, Cianjur, untuk kepentingan LPMPS (Latihan Praktik Metode Penelitian Sosial). Niatnya ingin menjadi turis disana, namun karena memang tujuan awalnya dari pihak kampus adalah sebagai peneliti, jadi niatan untuk mengunjungi tempat2 wisata atau sekedar menyicipi dan wisata kuliner disana cuma sebatas impian kosong belaka.

Sibuk nyari-nyari responden mengelilingi desa orang. lewat gunung bersama partner kelompok hingga telapak kaki kayak mati rasa dan betis berasa varises. melawan sengat matahari yang panasnya gak ada toleransi. semua dilakukan selama kurang lebih delapan hari.

Kata kebanyakan orang-orang bijak, dimana ada kesulitan pasti ada jalan. dimana ada kejengkelan pasti ada kebahagiaan (nanya: si bijak versi siapa ini kata2? haha). Karena termasuk tipikal anak yang gak bisa jauh selangkahpun dari ketek orangtua (baca:mama), hari pertama disana berasa kayak orang yang sedang konstipasi (susah buang air besar-red). mau ngapa-ngapain serba gak enak. didukung tempat penginapan yang sangat layak tetap gak membuat hati dan pikiran nyatu. butuh doraemon secepatnya. terutama kantong ajaib di perutnya yang buncit. mau langsung pulang (klo ketauan dosen kayak gini, mungkin saya udah dikeplak :p). sebenernya bisa aja pulang, dijalan besar depan komplek tempat kami tinggal (ya! selama turlap disana kelompok saya tinggal di komplek estate-Graha Pratama Estate-BUKAN di gubuk pematang sawah estate), saya ulang ya, sebenernya bisa aja pulang, dijalan besar depan komplek tempat kami tinggal banyak bus dengan tujuan Cianjur-Jakarta. asal punya modal nekad lebih gede segede pipi saya, mungkin sore harinya juga saya sudah bisa samapai lagi dirumah. ketemu mama. tapi sayangnya, bayang-bayang gak akan lulus mata kuliah berikutnya selalu aja bisa mejeng dan menari-nari indah di pikiran saya. gak pernah sekalipun punya keinginan dan niatan dan bayangan untuk sekelas dengan junior di masa-masa perkuliahan. Jangan sampe Ya Allah. ALHASIL, saya hanya bisa duduk manis plus mesem-mesem kecut di tempat. mau gak mau tetap disini hingga delapan hari kedepan. owyeaahh!! saya jadi mahasiswi penurut sekarang!

Entah apa yang saya rasa setelah sepekan lebih menghabiskan liburan disana, namun sepulangnya darisana saya menemukan arti kehidupan. Selama ini saya cukup mempelajari kehidupan dari fenomena yang terjadi pada diri sendiri, mungkin sekilas juga belajar dari sosok orang lain, itupun kadarnya tidak melebihi dosis yang dianjurkan dokter (loh?).

Saya memahami bahwa hidup tidak sendiri. Hidup dengan manusia lain.
Seberapapun anda memiliki kekuatan, perlahan namun pasti, apa yang kau punya akan memendar seiring berjalannya mesin waktu. Tuhan tidak secara ekslusif menciptakan manusia seorang diri. Karena apa? Karena Tuhan super duper canggih. Pengetahuan-Nya yang tak terbantahkan mampu menembus segala keterbatasan manusia bahwa mereka (manusia) memerlukan seorang "teman", bahkan lebih. Dan pasti lebih! Jikapun satu diantara mereka berucap, "Saya bisa sendiri!", instuisi saya berucap bahwa ucapan itu adalah suatu bentuk penegasan untuk menunjukkan betapa inginnya dia diberikan kepercayaan untuk bisa mewujudkan apa yang diinginkan, dengan usahanya sendiri pastinya. Saya yakin, saat dirinya berucap demikian, dia tidak memerlukan kepercayaan yang "penuh" dari orang sekitar, mungkin setetes atau dua tetes kepercayaan sudah cukup baginya. Namun setelah semua (kepercayaan) itu didapat, tak bisa dipungkiri bahwa "Saya bisa sendiri" nya tidak akan bertahan lama. Dia akan kembali. Kembali kepada orang-orang sekitar yang pernah dimintanya untuk sejenak menjauhkan diri darinya. Ini wajar, karena kita, manusia, "berkepribadian mendua", individualis dan sosialis.

Untuk sesosok manusia disana yang katanya ingin mandiri, saya menyambut hangat akan niat dan tekad yang pernah kau ucap. Satu pesan akan saya kumandangkan (mungkin seringkali kau dengar):
"Kemandirian seseorang terkadang berbenturan dengan banyak hal. Yakini dirimu bahwa setiap langkah yang kau jalani tidak membuat manusia lain merugi. Karena saya, kamu, mereka dan manusia lain, masing-masing mempunyai hati. Yang seringkali hati mereka menjadi sesuatu yang diagungkan sehingga kesensitifannya melebihi kadar sensitifitas kemaluan mereka sendiri"

yura

0 komentar:

Posting Komentar